Wednesday, 22 May 2013

3 Cerita Tentang Membolos

Dari jaman saya masih sekolah, sampai sekarang menjadi guru, selalu saja ketemu dengan mereka yang membolos, baik membolos dari jam pertama, ataupun membolos pada jam-jam tertentu (colut kalau bahasa anak-anak). Ada banyak alasan kenapa seorang anak membolos, berikut 3 cerita mengenai hal ini.

Cerita Pertama

Seorang anak, katakanlah namanya Fulan, sudah seminggu tidak masuk kelas tanpa ada ijin, saya tanya ke anak-anak ada tidak yang rumahnya deket, kalau ada tolong untuk di tengok. Selang sehari kemudian saya tanya lagi ke anak-anak (si Fulan masih blom masuk), katanya si Fulan udah nggak mau sekolah lagi katanya ada temennya yang tidak suka padanya (namanya si Panjul). Siang harinya saya bersama wali kelas dan anak-anak (termasuk si Panjul) datang ke rumah si Fulan, menanyakan kabar dan kejelasan permasalahan yang terjadi. Setelah ngomong panjang dan lebar akhirnya terungkap gara-garanya anak-anak klo becanda suka keterlaluan, terutama si Panjul ini, sementara si Fulan perasaannya halus bak tepung terigu (halah). Setelah mengetahui duduk perkara dan diberi penjelasan kepada si Fulan bahwa si Panjul dan teman-temannya hanya bercanda dan juga si Panjul minta maaf serta menjelaskan kepada semuanya agar kalau becanda jangan keterlaluan dan lihat-lihat yang diajak becanda siapa karena perasaan orang berbeda-beda. Keesokan harinya si Fulan sudah masuk lagi dan sampai sekarang masuk terus hampir tidak pernah membolos.

Cerita Kedua

Suatu pagi seorang ibu wali dari seorang murid datang ke kantor, beliau bercerita mengenai anaknya yang sudah seminggu ini tidak masuk sekolah, beberapa kali berangkat dari rumah namun tidak sampai ke sekolahan, dan pulangnya lebih pagi dari jam biasanya. Setelah di korek sama ibunya, si anak (sebut saja namanya Paijo) tidak masuk sekolah karena menghilangkan pancing milik Panjul yang dititipkan kepadanya. 

Si ibu berkata 
"Mohon bantuannya agar diungkap permasalahan sebenarnya. Jika hanya masalah pancing orang tua bersedia untuk mengganti." 

Si ibu kemudian menambahkan:
"Nanti siang sebelum pulang saya datang kesini lagi."

Sewaktu istirahat si Paijo saya panggil, awalnya susah untuk mengorek informasi dari anak ini, tapi setelah di pancing-pancing, saya sebutkan pula apa yang tadi disampaikan oleh si ibu, akhirnya keluar juga pengakuan dari si Paijo.

"Iya pak, saya menghilangkan pancing yang di titipkan Paijo."

"Kenapa nggak bilang ke orang tua? Tadi ibu bilang katanya bersedia untuk mengganti jika memang permasalahannya seperti itu." Kata saya.

"Saya takut dimarahi pak." Kata si Paijo lagi.

"Lah? Wajar lah kalau orang tua memarahi kita karena kita berbuat salah, itu sebagai bentuk perhatian orang tua terhadap anak-anaknya." 

Paijo cuman terdiam.

"Emang kalau orang tua marah gimana? Sampai di pukul? Di hajar?"

"Enggak pak, paling juga di cubit." Kata si Paijo.

Siang harinya ketika si ibu datang, saya panggil Paijo dan Panjul untuk mengklarifikasi dan menyelesaikan semuanya.

Dan ketika si Panjul ditanya, memang benar demikian adanya. Bahwa dia titip pancing ke Paijo dan ternyata pancingnya dihilangkan oleh Paijo.

Setelah jelas permasalahannya si ibu bertanya.

"Lha sekarang gimana? Kamu minta ganti?"

"Nggak usah budhe, saya ikhlaskan saja." Kata si Panjul.

Masalah selesai, saatnya untuk "menceramahi" si Paijo untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi dan bukannya menghindarinya. Dan alhamdulillah sekarang si anak sudah tidak membolos lagi, hubungan antara Paijo dan Panjul pun juga tetap baik.

Cerita Ketiga

Yang terakhir ini belum lama terjadi. Hari Kamis pas jam wali dan jam BK, saya sudah mewanti-wanti anak-anak agar memperhatikan absensi, jangan sampai membolos baik untuk jam pelajaran ataupun ekstra kurikuler. 

"Kalau sampai ada yang membolos lagi, nanti saya uyel-uyel"

"Uyel-uyel itu apa pak?" Tanya seorang anak.

"Di ulek, jadiin sambel terasi." *yakali*

Lha koq malah hari Sabtunya 6 orang anak membolos (colut) tidak mengikuti kegiatan pramuka. Gemes kan? Ke enam anak ini sudah berkali-kali colut dari beberapa kegiatan sekolah dan sudah diberi pembinaan beberapa kali pula. Konsultasi dengan wakasis, sanksi-sanksi yang biasa sudah tidak mempan lagi ke mereka (kejadian ini sudah kesekian kalinya buat mereka), akhirnya saya mengusulkan satu sanksi kepada wakasis.

"Tapi nanti kalau orang tua protes gimana pak?" Tanya wakasis.

"Kita kan nggak melakukan fisik bu?" Jawab saya.

"Yaudah klo gitu, nanti kalau ada orang tua yang protes bisa kita jawab."

Hari Seninnya anak-anak saya panggil. Kemudian saya tanya satu-satu

"Kenapa Sabtu kalian nggak ikut Pramuka?" Dengan tampang lempeng, selempeng-lempengnya. 

"Habis sekalinya ikut pramuka dihukum pak." Jawab si A yang diiyakan oleh temen-temennya yang lain.

"Kalian di hukum karena apa?" Tanya saya

Ada yang menjawab karena tidak membawa hasduk, ada yang karena rame, dsb, dsb, dsb.

"Nah kan... Kalian nggak mungkin dihukum kalau tidak ada sebabnya."

Anak-anak terdiam.

"Trus kalian dihukum apaan?"

"Di suruh baris-berbaris pak." Jawab mereka

"Itu kan latihan buat kalian."

"Tapi kan panas pak.." Protes seorang anak.

"Oke... Sanksi buat kalian...."

Ambil jeda sejenak

"Ngepel pak?" Kata seorang anak

"Nggak, kalian ngepel juga nggak bersih, ntar yang ada kalian main-main air mulu." 

"OK... Sanksi buat kalian semua...." *jreng jreng jreng...*

"Di gundul."

"Yah... Koq di gundul pak?" Kata seorang anak."

"Nge pel aja ya pak." Kata yang lainnya.

"Nggak." jawab saya.

"Lari aja pak." Kata yang lainnya

"Push up aja pak." Kata yang lainnya lagi.

"Nggak, kalian diberi sanksi seperti itu juga nggak bakalan kapok-kapok." Saya jawab.

"Yah... pak guru koq nggak kasihan tho pak?" Kata yang lainnya lagi dengan muka memelas.

"Lha? kalian nggak kasihan sama saya, udah dibilangin baik-baik, tapi kalian masih bandel juga. Baru aja Kamis kemarin." Kata saya dengan nada datar

Anak-anak cuman terdiam.

Sampai sekarang tidak ada orang tua yang protes, bahkan kemarin orang tua dari salah satu siswa yang digundul datang ke sekolah mengutarakan rasa senang dengan apa yang dilakukan sekolahan, dan berharap anaknya sudah kapok. Dan menurut pengamatan, ada perubahan sikap dari anak-anak tersebut.

Kesimpulan:
Untuk menangani anak seorang guru/orang tua harus bersikap fleksibel, kadang kalem, lemah lembut, namun terkadang juga harus tegas dan galak, sesuai dengan karakteristik dan tingkat kesalahan anak namun tetap pada koridor yang ada. 

0 comments:

Post a Comment

Saya menghargai komentar, saran, kritik & masukan yang membangun. Komentar berupa spam, scam dan promosi akan dihapus, terima kasih.

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites