Sekolah

Cerita-cerita yang terjadi di sekolah

Cerita Sehari-Hari

Hal-hal yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari

Internet

Segala sesuatu yang berhubungan dengan internet dan blogging

Jamban Blogger

Jamban Blogger

Tulisan Jaw merupakan anggota dari Jamban Blogger

Friday 11 October 2013

Onani Itu Apa?

Untuk anak-anak kelas 8, semester ini saya memberikan materi mengenai kesehatan reproduksi. Dari mulai perkembangan seksual sekunder, mimpi basah, menstruasi, dan minggu ini masuk materi mengenai Onani.

Untuk materi ini saya membaginya menjadi beberapa bagian, mulai dari pengertian onani, hukum onani menurut agama Islam, nama-nama lain onani, dampak negatif onani dan cara menghindari/ menghilangkan kebiasaan onani.

Metode yang saya gunakan adalah mencatat, menerangkan dan kemudian tanya jawab. 

Awalnya saya menyuruh anak-anak mencatat pengertian mengenai onani (saya ambil dari wikipedia), selesai anak-anak mencatat, saya terangkan bla, bla, bla dengan bahasa yang sesederhana mungkin agar anak-anak memahaminya. Selesai menerangkan saya tanya ke anak-anak.

"Sampai disini ada pertanyaan mengenai pengertian onani?"

Saya tunggu beberapa saat, anak-anak mulai rame dan bertanya macam-macam * ya gitu deh, pembahasan kayak gini pasti pertanyaannya juga aneh-aneh, harus siap mental aja menghadapi mereka :))*.

Setelah anak-anak mulai tenang, saya tanya lagi 

"Masih ada pertanyaan? Kalau enggak kita masuk ke pambahasan berikutnya, hukum onani menurut agama Islam."

Kembali berulang, anak-anak mencatat, saya menerangkan kemudian membuka pertanyaan."

Sampai pada pembahasan mengenai dampak negatif onani. Saya menerangkan sambil berjalan muteri kelas *yah pokoknya gitu lah* Kemudian seorang anak (perempuan) bilang

"Pak mau tanya." katanya pelan

"Ya? Mau tanya apa?"

"Onani itu apa?" Tanyanya dengan muka memerah

#FacePalm #Ohmegeh!!!!

"Tadi kamu nyatet nggak?" Tanya saya

"Nyatet pak." Jawab si anak 

#DoubleFacePalm #KemudianGaruk2Tembok #TerusJedotinKepalaKeTembok #Yakali

Monday 7 October 2013

Overly Attached Alumni


Pagi tadi ngobrol sama waka kesiswaan, beliau curhat

"Pak kemarin itu Panjul (nama disamarkan - salah 1 alumni sekolah kami) SMS, dia minta ijin bwt ikutan acara Idul Adha disini. Masalahnya kan kalau satu orang diijinkan, yang lainnya bakalan ikut. Kita aja kerepotan buat mengatur anak-anak yang ada disini, apalagi klo ketambahan dengan orang luar. Kalau dia SMS minta ijin ke pak Ari, jangan dikasih ijin ya?"

Dan bener juga, barusan si Panjul ini SMS saya, minta ijin untuk "ikut membantu" kegiatan Idul Adha besok. 

"Pak saya Panjul, alumni sekolah, Idul Adha nanti saya sama teman-teman boleh ikut bantu2 nggak?"

Kalimatnya nggak sama persis juga sih, tapi kurang lebih seperti itu lah :D

"Terima kasih ya Njul, tapi nggak usah lah udah banyak yang bantuin disini, kamu ikut kegiatan di sekolah kamu aja."

Jawab saya.

"Tanggal 16 sekolah libur pak, masuk lagi tanggal 18."

Lah? Koq penak timen? Libur apaan??? Lama nggak saya jawab karena masuk kelas, si Panjul SMS lagi

"Kalau main saja boleh nggak pak?"

Saya bingung mau jawab apaan. Ada perasaan senang karena anak-anak alumni masih ingat sekolah mereka, masih ada kepedulian dengan sekolah mereka (dengan menawarkan diri untuk membantu kegiatan sekolah), tapi disisi lain ada banyak hal yang harus dipertimbangkan.

Bagaimanapun juga kegiatan Idul Adha merupakan kegiatan resmi sekolah, segala hal yang akan terjadi harus disiapkan dengan matang, termasuk orang-orang yang terlibat didalamnya (koordinasi dan sebagainya). 

Apa lagi kalau sampai terjadi apa-apa dengan mereka (bukannya berharap juga, tapi siapa tau juga tho?) 

Tapi kalau mereka minta ijin buat main kesini pas kegiatan Idul Adha, masak iya nggak boleh? Padahal pas kegiatan banyak orang-orang sekitar (tua muda) yang ikut ngeliat kegiatan penyembelihan dan pemotongan hewan kurban aja nggak dilarang.

Tapi... Tapi....

Arrrh.... #Garuk2Tembok

*Penggalauan ketua panitia Qurban sekolah*

Saturday 5 October 2013

Demo Dan Guru

Pagi-pagi browsing dan nemu artikel tentang aksi damai yang diadakan oleh guru di sini. Artikel tersebut menyebutkan bahwa kegiatan aksi damai diadakan pada tanggal 5 Oktober (hari ini) dan dilakukan serentak oleh seluruh guru di Indonesia.

Mengutip dari artikel diatas:

Hal itu disampaikan Ketua Pengurus Besar (PB) PGRI Pusat Dr Sulistiyo, Rabu (2/10). Menurutnya, guru hanya akan berhenti mengajar selama kurang lebih 10 menit tepat di pukul 10.00 Wib, 11.00 Wita, 12.00 Wit, dan itu hanya berdoa.
"Aksi damai tersebut sebagai bentuk solidaritas guru karena banyak keluhan pendidik yang hingga saat ini belum terselesaikan dengan baik oleh pemerintah. Diantaranya terkait desentralisasi guru dikaji kembali, kekurangan guru SD agar segera dipenuhi termasuk pula pembayaran tunjangan profesi guru yang masih belum sempurna," ungkapnya.

Dari kutipan diatas dapat disimpulkan bahwa kegiatan yang dilaksanakan pada hari ini bersifat damai, bahkan hanya berupa kegiatan doa bersama (paling tidak itu yang diharapkan oleh Ketua Pengurus Besar PGRI pusat).

Nggak ada yang salah dari artikel tersebut, tidak ada yang salah pula dari kegiatan yang direncanakan akan dilaksanakan pada hari ini (atau tepatnya sudah/tengah dilaksanakan ketika artikel ini saya tulis). Dari apa yang ada di laman tersebut, yang menarik perhatian saya adalah komentar yang ada disana.

Komentar teratas tersebut membuat saya terhenyak, sungguh menyedihkan sampai muncul komentar seperti itu. Guru juga mempunyai hak untuk bersuara, mengekspresikan pendapatnya, dan aksi damai ataupun demo sekalipun merupakan salah satu sarana untuk menyuarakan diri.
Beberapa waktu lalu, saya juga dibuat terhenyak dengan statemen seseorang di twitter yang menyatakan bahwa 

"Demo bkn cara yg bijak utk level guru!"

Sebegitu tinggi kah level guru dan sebegitu nista kah untuk melakukan demo?
Secara pribadi saya bukan orang yang suka demo, tapi jika segala jalan sudah dilakukan dan tidak ditemukan jalan keluar, maka sebuah aksi damai ataupun demo sekalipun bukanlah suatu hal yang haram untuk dilakukan.
Kalau melihat kebanyakan demo yang terjadi saat ini, yang disertai dengan pembakaran ban, mencaci maki yang di demo, dan tindakan-tindakan anarkis lainnya yang merugikan banyak orang, saya memaklumi kalau banyak orang yang tidak suka, dan bahkan "jijik" dengan demo.
Tapi, demo yang baik dan benar bukan seperti itu. Menurut Wikipedia

Unjuk rasa atau demonstrasi ("demo") adalah sebuah gerakan protes yang dilakukan sekumpulan orang di hadapan umum. Unjuk rasa biasanya dilakukan untuk menyatakan pendapat kelompok tersebut atau penentang kebijakan yang dilaksanakan suatu pihak atau dapat pula dilakukan sebagai sebuah upaya penekanan secara politik oleh kepentingan kelompok.

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa demo merupakan upaya untuk menyatakan pendapat secara berkelompok. Dan tidak disebutkan bahwa kegiatan tersebut harus disertai dengan kegiatan anarkis (apapun itu bentuknya).
Yang harus diperhatikan sebelum dan ketika melakukan demo adalah ketertiban, makanya ada penanggung jawab, koordinator lapangan, dan juga laporan kepada pihak berwajib (kepolisian) yang mengawal jalannya unjuk rasa (demo) tersebut.
Jika unjuk rasa (demo) berjalan sebagaimana mestinya, maka kegiatan demo ini merupakan salah satu cara yang bijak untuk menyatakan pendapat bagi setiap golongan masyarakat. Tapi jika demo dilaksanakan secara anarkis, maka kegiatan demo bukan hanya cara yang tidak bijak untuk level guru, tapi semua lapisan masyarakat (dari tingkat ekonomi dan pendidikan rendah sampai masyarakat dengan tingkat ekonomi dan pendidikan tinggi).
Kesimpulan:
Unjuk rasa dan aksi damai merupakan sebuah hal yang biasa dalam negara demokrasi, setiap lapisan masyarakat mempunyai hak yang sama untuk menyampaikan aspirasinya melalui kegiatan unjuk rasa (demo), yang harus diperhatikan adalah bahwa kegiatan demo harus berjalan tertib, tidak menganggu pihak lain dan tidak bersifat anarkis.

Thursday 3 October 2013

Nyebelin!!!


Hari ini saya datang agak terlambat, pukul 07.05 baru nyampai di sekolah karena antri isi bensin dan angin di SPBU. Setelah ngeliat jadwal ternyata saya ada tugas ngawas di ruang atas. Bergegas saya pun naik ke lantai dua.

Sampai di ruangan, anak-anak baru selesai berdoa dan kertas ulangan belum dibagikan oleh teman ngawas saya. Selesai membagikan soal ulangan, seperti biasa pesan sponsor.

"Kerjakan dengan tenang dan jangan mencontek."

Kemudian saya pun mengawasi anak-anak dari deretan belakang, sementara teman ngawas saya di depan. Yang berada di ruangan ini adalah anak-anak "istimewa", jadi "siasat" yang kemarin saya jalankan juga di ruangan ini. 



Benar saja, belum ada 15 menit berjalan, anak-anak sudah mulai ribut, ada yang ngobrol dengan adik kelas yang duduk di sebelahnya (mungkin karena nggak bisa jawab dan nggak tau mau ngapain), ada juga yang mulai "mencari mangsa" yang bisa nggasih contekan ke dia.


"Sttt..."

"Kerjakan dengan tenang"

"Jangan ramai!"

"Ngobrolnya ntar kalau istirahat."

Beberapa kali saya harus memperingatkan anak-anak agar tidak ramai. Berisiknya anak-anak tuh sudah agak-agak kelewatan, bukan hanya sekedar bisik-bisik kecil saja. Jadi sudah seharusnya saya memperingatkan mereka. Saya kemudian berkeliling kelas sambil "menjewer" anak-anak yang ramai.

Yang bikin saya dongkol bin bete adalah, temen nggawas saya cuek bebek dengan apa yang ada di ruangan. Bahkan anak yang tepat berada di depannya asyik ngobrol aja tidak diperingatkan



Beliau malah asyik membaca buku, bahkan... ketika saya sampai di belakang, seorang anak sambil nyengir berkata

"Pak, lihat deh Pak X lagi tidur."

Katanya sambil nunjuk ke depan.

DEMI TUHAN!!!!! Beneran! Ciyusan! Si bapak tidur dengan tenangnya. 

#Garuk2Tembok #JedotinKepalaKeTembok #LompatDariLantai2

"Stttt... Tenang, jangan ramai!"

Kata saya mengingatkan anak-anak.

Namun apa daya, berulang kali terjadi, hanya beberapa saat anak-anak bisa tenang setelah saya ingatkan. Bahkan bukan hanya beberapa saja yang ramai, tapi se ruangan kompak pada ngobrol. 

Puncaknya, sekitar 20 menit sebelum ulangan berakhir, anak-anak masih sulit dikendalikan, akhirnya saya berkata:

"TENANG!!! KALIAN ITU LAGI ULANGAN, JANGAN RAMAI!"

Yups... saya mengucapkan kata tersebut sambil berteriak. Dan anak-anak pun kemudian terdiam.

Saya tidak mengharapkan anak-anak bakalan diam mematung (seperti sekolah jaman dulu, sampai noleh saja takut), tapi saya berharap anak-anak memahami kalau mereka dalam situasi ulangan, tidak ngobrol apalagi saling mencontek. 

Dan, sebagai guru pengawas, sudah selayaknya mengawasi anak-anak yang tengah ulangan, dan sebenarnya nggak susah koq buat melaksanakan tugas pengawasan tersebut, tidak harus pasang tampang gahar, galak dan memarahi anak-anak selama ujian berlangsung. 

Menjadi pengawas ujian bisa dilaksanakan dengan santai koq, nggak perlu yang harus terlalu tegang, galak, dsb, tapi nggak nyantai gitu juga kali??? Sampai ditinggal tidur segala :|

Anyway, kelar ulangan pas anak-anak meninggalkan ruangan, salah seorang anak berkata

"Tadi pas bapak marah-marah, pak X sampai kaget lho." katanya sambil memperagakan gerakan orang yang lagi.

"Biar..." jawab saya pendek

*padahal dalam hati ketawa ngakak*

Wednesday 2 October 2013

Antara Ulangan, Ngawurisasi dan Contekisasi


Minggu ini anak-anak menjalani UTS alias Ujian Tengah Semester, dan kebijakan dari sekolah sebelum UTS berlangsung semua guru wajib memberikan kisi-kisi kepada anak-anak. Bahkan kisi-kisi tersebut harus tercatat dan disertakan/ dikumpulkan ke sekolah beserta soal UTS dan kunci jawaban.

Tapi apa mau dikata, namanya juga anak-anak. Ketika menjadi pengawas selama 3 hari UTS berjalan ini, saya banyak menemukan jawaban anak-anak yang "out of the box" saking jauhnya dari pertanyaan di ulangan. Pertanyaannya apa, jawaban mereka pada kemana.

Beberapa yang saya tanya menjawab

"Kemarin nggak dikasih kisi-kisi oleh gurunya pak."

Yang kemudian diaminkan oleh teman-temannya yang lain. Bisa saja sih terjadi guru yang bersangkutan mungkin lupa memberikan kisi-kisi, atau bisa juga terjadi (seperti yang saya lihat sendiri) anak-anak yang "mendemo" seorang guru, menuntut kisi-kisi UTS, padahal sebenarnya kisi-kisi UTS sudah diberikan pada pertemuan terakhir sebelum UTS berlangsung, cuman sang guru menyampaikannya

"Untuk UTS besok kalian pelajari tentang X, Y, Z."

#TepokJidat #FacePalm #ElusDada ngadepin anak-anak ajaib ini.

Hal lain yang sering saya temui berkenaan ngawurisasi anak-anak dalam mengerjakan UTS adalah sewaktu saya tanya. 

"Semalam belajar nggak?"

Si anak dengan muka polos, sambil nyengir, tersupi-supi menjawab

"Enggak...."

#DoubleFacePalm #TendangSampaiAntartika

*yakali di tendang beneran*

Selain ngawurisasi, hal lain yang ditemui waktu ulangan adalah mencontek. Untuk mengakali hal ini, selain harus jelalatan ngeliatin anak-anak, saya juga sering memperingatkan mereka.

"Sttt... Ngobrolnya nanti kalau istirahat."

Kalau enggak.

"Sudah kerjakan sendiri... Ngapain nyontek, orang yang kalian contek juga ngawur jawabnya."

Dua hal ini cukup bisa meredam gejolak *jyah bahasanya gejolak* contekisasi. Kalau dua hal ini nggak mempan, maka senjata lainnya adalah, absensi ujian.

Yups... Untuk ruangan-ruangan tertentu yang terkenal anak-anaknya bandel dan banyak yang mencontek waktu ujian, absensi ujian saya edarkan menjelang ujian berakhir, dan dari awal saya sampaikan ke anak-anak.

"Kalau kalian mencontek, maka kalian tidak akan saya berikan absensi, dan kalau kalian tidak absen maka nilai kalian 0."

Ngomongnya nggak usah pake emosi, lempeng aja tapi cukup keras untuk di dengar seluruh ruangan. Harapannya anak-anak jadi kepikiran susah payah cari contekan, tanya kanan, kiri nggak dapat nilai, mereka yang rugi. Sampai sekarang cara itu cukup jitu untuk mengurangi anak-anak yang mencontek dan  cukup membantu kalau dapat tugas mengawasi ujian tidak perlu yang terlalu pasang tampang serem ke anak-anak :D

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites