Sekolah

Cerita-cerita yang terjadi di sekolah

Cerita Sehari-Hari

Hal-hal yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari

Internet

Segala sesuatu yang berhubungan dengan internet dan blogging

Jamban Blogger

Jamban Blogger

Tulisan Jaw merupakan anggota dari Jamban Blogger

Tuesday 1 November 2016

Cerita Tentang Kunjungan Rumah

Beberapa waktu lalu, saya menemani wali kelas untuk melakukan kunjungan rumah ke salah satu siswa kelas 7 yang sudah beberapa hari tidak masuk sekolah, bersama dengan dua orang teman sekelasnya. Sebut saja namanya Fulan.

Informasi awal yang kami peroleh Fulan tidak memiliki masalah permasalahan baik dengan temannya (sekelas maupun kelas lain) dan juga dengan guru. Fulan termasuk siswa pendiam, terlebih karena masih kelas 7, masih dalam taraf penyesuaian.

Agak jauh perjalanan kami menuju tempat tinggal Fulan, saya rasa kalau Fulan berangkat sekolah naik sepeda maka butuh waktu sekitar 30 menit. Jarak yang cukup jauh untuk seorang anak. Setelah mencari kesana kemari, akhirnya ketemu juga dengan rumah Fulan.

Rumah Fulan terletak nyempil sendirian di tanggul, tanpa halaman sehingga kami harus memarkir motor di jalan dan mendaki bukit kecil menuju rumahnya yang hanya semi permanen terbuat dari anyaman bambu.

Singkat cerita, si Fulan ternyata berada di rumah dan kami pun ngobrol bersama. Tak berapa lama ibunya datang tergopoh-gopoh dari arah lain. Kami mencoba mengorek keterangan dari Fulan dia tidak masuk sekolah, dan dia hanya diam saja tidak menjawab. Ibunya juga berkata kalau anaknya tidak pernah cerita apa-apa, tidak pernah juga mendengar kalau anaknya ada permasalahan di sekolah. Di rumah juga tidak ada masalah. Dengan segala keterbatasan yang mereka miliki mereka baik-baik saja.

Setelah bercerita panjang lebar, si ibu pun bilang kalau seragam pramuka Fulan yang sudah dijahitkan belum bisa diambil karena belum ada uang. Kami pun jadi mahfum, bisa jadi ini yang menjadi penyebab Fulan tidak mau masuk sekolah, karena malu. Terkesan sepele, tapi realitanya banyak siswa yang mogok sekolah hanya karena permasalahan yang lebih sepele lagi, tidak diberi uang saku yang cukup misalnya.

Seragam memang salah satu syarat untuk bersekolah, namun sekolah kami memberikan kelonggaran, tidak terlalu menekan terhadap siswa yang kurang mampu. Hal itulah yang coba kami sampaikan kepada Fulan. Dan bahkan Fulan bukanlah satu-satunya siswa kelas 7 yang belum bisa berseragam, ada 3 temannya yang lain yang masih belum berseragam, dan sekolah tidak mempermasalahkan hal itu, bendahara sekolah tidak mengejar orang tua untuk segera melakukan pelunasan uang dan atau segera menjahitkan seragam sekolah anaknya, sekolah juga tidak menekan siswa atau orang tua siswa yang bersangkutan, memberikan perlakuan berbeda kepada siswa bersangkutan, atau perlakuan-perlakuan lain yang tidak menyenangkan. 

Walaupun secara logika seharusnya orang tua "mengalah" untuk mendahulukan kepentingan pendidikan anak-anaknya. Tapi sekali lagi kami mencoba memaklumi, bisa jadi memang orang tua siswa kami dalam kondisi yang benar-benar tidak mampu, atau ada hal yang lebih penting yang harus didahulukan.

Berkali-kali kami membujuk Fulan untuk kembali bersekolah, berkali-kali pula kami tekankan bahwa tidak apa-apa jika Fulan belum bisa berseragam seperti teman-temannya yang lain, sekolah tidak akan memaksa dan teman-temannya juga tidak akan menghina. Namun sekali lagi Fulan hanya diam bergeming.

Menjelang akhir kunjungan rumah, wali kelas Fulan memberikan sumbangan kepada ibu Fulan untuk mengambil seragam Fulan, sambil sekali lagi menekankan kepada Fulan betapa kami berharap Fulan bersekolah kembali. Sekolah, guru dan teman-teman Fulan.

Keesokan harinya, ternyata Fulan belum masuk juga, sampai beberapa hari berikutnya masih juga belum masuk sekolah. Sampai, hampir seminggu setelahnya wali kelas mengabarkan kalau beliau memperoleh informasi kalau uang sumbangan yang diberikan kemarin disalahgunakan oleh orang tua Fulan (dalam hal ini ibunya). Sesuatu yang membuat kami masyul.

Kami menyadari dan memahami sepenuhnya kondisi (perekonomian) keluarga Fulan, dari rumahnya yang sekedar nempel di tanah milik negara, dari pekerjaan bapak dan ibu Fulan yang buruh kasar serabutan dengan pendapatan yang tidak menentu. Tampa harus melakukan kajian mendalam pun kami memahami sepenuhnya dan tidak menuntut berlebih kepada mereka. Namun sekali lagi tindakan ibu Fulan tersebut membuat kami merasa masyul, nglokro. Huftable kalau kata saya. Koq ya tega tho ibunya? :(

sekolah sudah berusaha sekuat tenaga, bukan hanya fisik, pemikiran namun juga nurani untuk melayani masyarakat, bukan hanya mengajarkan anak-anaknya berhitung, membaca dan menulis tapi juga membentuk watak, kepribadian dan akhlak. Melaksanakan semua kewajiban sekolah kepada siswa dan orang tua dengan tanpa memaksa menuntut hak siswa/orang tua kepada sekolah, bahkan membantu orang tua untuk bisa melaksanakan kewajibannya. Disitulah saya merasa sedih. Pendidikan tidak bisa berjalan dengan baik, bukan hanya karena sistemnya yang masih belum sempurna, ditambah lagi orang tua yang tidak menyadari peran sertanya dalam mendidik anak.

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites