Wednesday, 16 January 2013

Perkosaan dan Becandaan

Hari-hari ini masih marak lelucon oleh Calon Hakim Agung Daming Sanusi mengenai perkosaan bahwa baik yang memperkosa maupun yang diperkosa sama-sama menikmati hal tersebut.

Becandaan tersebut sebenarnya bukan becandaan baru, ketika saya masih kuliah dulu saya pernah mendengar becandaan yang sama. Namun demikian walaupun becandaan tersebut bukan becandaan baru, bukan berarti pula becandaan tersebut pantas untuk diucapkan. Ada beberapa sebab kenapa becandaan tersebut tidak pantas untuk di ucapkan.

Yang pertama becandaan tersebut bersifat kasar, tidak selayaknya diucapkan oleh orang berpendidikan, terlebih dalam situasi formal. Alasan "untuk mencairkan suasana yang tegang" tidak bisa dijadikan alasan untuk mengungkapkan sebuah lelucon kasar nan buruk.

Yang kedua lelucon tersebut bersifat tendensius dan memojokkan serta menyakiti perasaan korban perkosaan. Memang tidak bisa dipungkiri bahwa ada fakta mengenai wanita yang hanya mengaku sebagai korban perkosaan, namun sebenarnya mereka melakukan kegiatan tersebut (berhubungan seksual) atas dasar suka sama suka, namun karena ada alasan tertentu akhirnya si wanita melaporkan perkosaan.

Tapi hal tersebut bersikap kasuistik, TIDAK SEMUA pelapor/ korban perkosaan mengalami hal tersebut. Tidak sedikit pelapor/ korban perkosaan yang memang benar-benar dipaksa untuk berhubungan intim (diperkosa). Taruh kata jumlah pelapor palsu lebih banyak dibanding korban sebenarnya, tetap saja data tersebut tidak bisa digeneralisasikan ke seluruh pelapor/korban perkosaan.

Bahkan seumpamanya dari 10 pelapor/korban perkosaan hanya 1 orang yang benar-benar korban perkosaan tetap saja tidak bisa dilakukan generalisasi kasus (saya tidsk tahu persis prosentasenya, angka yang saya tuliskan hanya perumpamaan).

Bayangkan bagaimana perasaan korban perkosaan yang memang benar-benar dipaksa dan diperkosa dituduh bahwa dia juga menikmati hubungan seksual yang terjadi.

Yang ketiga adalah lelucon tersebut merupakan jawaban atas pertanyaaan mengenai hukuman mati untuk para pemerkosa. Pertanyaannya bersifat formal, situasinya juga formal: kegiatan fit and propher test oleh komisi III DPR dalam rangka "ujian" bagi Daming Sanusi sebagai calon hakim agung.

Sebagai seorang yang berpendidikan, mempunyai perasaan (manusia yang mempunyai simpati dan empati) seharusnya Daming Sanusi bisa menempatkan diri, berpikir lebih dalam sebelum mengungkapkan sebuah lelucon.

0 comments:

Post a Comment

Saya menghargai komentar, saran, kritik & masukan yang membangun. Komentar berupa spam, scam dan promosi akan dihapus, terima kasih.

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites