Wednesday 17 July 2013

Hari Pertama Masuk Sekolah


Awal tahun ajaran baru telah di mulai, dan tradisi di sekolah kami hari pertama masuk sekolah diawali dengan acara apel bersama yang diisi dengan pengarahan dari kepala sekolah, dilanjutkan dengan penyerahan hadiah, baik untuk rangking (pararel) tiap tingkatan, maupun penyerahan hadiah untuk lomba-lomba yang diadakan ketika class meeting di akhir tahun ajaran kemarin.

Ketika acara apel tersebut, terlihat beberapa anak yang yang mempunyai rambut tidak sesuai dengan ketentuan sekolah, ada yang di warnai ada juga yang panjangnya melebihi ketentuan (dan sebelumnya sempat ada masuk laporan dari penjaga sekolah mengenai hal ini).

Pada awalnya tidak ada yang mau maju kedepan, namun setelah dipilih oleh beberapa guru, akhirnya di dapati ada 18 orang anak yang tidak sesuai ketentuan sekolah.

Sebelum dilakukan tindakan, anak-anak di beri pengarahan terlebih dahulu, bahwa aturan sekolah mewajibkan mereka untuk merapikan penampilan (termasuk potongan rambut) serta melarang siswa untuk mewarnai rambutnya (walaupun itu cuma sedikit).

Seperti biasa, pada awalnya banyak yang protes. Dari yang membela diri rambutnya hanya di cat sedikit, tidak ada waktu/ belum sempat potong, minta diperingatkan dulu sebelum dilakukan penindakan, dll, dll.

Dengan kondisi siswa yang "super" seperti ini, sekolah memang ketat dalam menerapkan peraturan sekolah. Selama setahun kebelakang, sudah berkali-kali anak-anak diingatkan mengenai peraturan sekolah, dan sudah seharusnya lah mereka menyiapkan diri sebelum masuk sekolah untuk merapikan penampilan mereka. Waktu libur yang selama hampir 3 minggu kemarin lebih dari cukup bagi mereka untuk potong rambut, sehingga alasan tidak sempat untuk potong rambut tidak bisa diterima.

Tindakan yang kami ambil untuk mereka ber 18 adalah memotong gundul rambut mereka. Sekali lagi, masih saja ada anak yang mengeluh atau protes terhadap sanksi yang dikenakan kepada mereka. Bahkan ada yang merasa tidak terima. 

The thing is, pihak sekolah bukannya bertindak semena-mena, namun sekolah mengajarkan kedisiplinan kepada siswa-siswi kami. Dengan latar belakang kebanyakan siswa dari kalangan menengah kebawah, banyak dari mereka yang 'kurang terurus" oleh keluarga, tidak/kurang diajari kedisiplinan oleh keluarga di rumah, bagaimana mereka nantinya kalau di sekolah pun tidak diajari kedisiplinan?

Bagaimanapun juga ketika mereka besar nanti, mereka akan menghadapi aturan dan hukum dimanapun mereka berada, entah di lingkungan sekolah, rumah, ataupun negara. Dimana hukum dan peraturan yang ada tersebut harus di patuhi. Dan salah satu sifat dari hukum/peraturan adalah mengikat.

Sekolah tidaklah merasa senang untuk melakukan penindakan tersebut, mengunduli anak-anak bukanlah sesuatu yang menyenangkan bagi kami, kami akan lebih senang jika anak-anak cukup diperingatkan sekali, dua kali dan mereka mematuhi peraturan yang ada.

Penindakan/ sanksi/ hukuman bagi mereka berupa penggundulan ini sekali lagi dimaksudkan agar mereka belajar mengenai kedisiplinan dan mematuhi aturan serta tata tertib, sehingga nantinya ketika mereka sudah dewasa mereka bisa menerapkannya dalam kehidupan mereka serta mengajarkannya kepada generasi selanjutnya.

Tanggapan dari orang tua siswa kebanyakan bisa menerima "sanksi" penggundulan tersebut, bahkan ada siswa yang bilang, 

"Bapak ibu malah senang koq pak." 

Well... Kami berharap orang tua memahami bahwa apa yang kami lakukan adalah sebuah bentuk pembelajaran bukan hanya sekedar pemberian hukuman.

Namun demikian ada juga yang tidak terima, menelepon ke sekolah marah-marah tidak terima anaknya di gunduli. The funny thing is, ketika ditanya beliau siapa dan orang tua/wali dari siswa siapa, dia tidak mau mengaku. Dan ketika keesokan harinya ada orang tua/wali siswa yang datang ke sekolah untuk protes (mungkin wali yang sama dengan yang menelepon kemarin?). Setelah dijelaskan panjang dan lebar, beliau masih belum menerima (yang menerima wakasis), dan lucunya lagi alasannya adalah karena kesalahan anaknya tidak seberapa dan (menurut beliau) masih ada anak yang luput dari penindakan kemarin. 

Well... Huftable banget kalau menghadapi orang tua/ wali seperti ini, sangat dimungkinkan ada satu atau dua anak yang terlewat tidak "tertangkap" oleh sekolah, dan saya tidak akan berargumentasi mengenai hal tersebut. Namun yang paling bikin menghela napas adalah argumentasi beliau bahwa kesalahan anaknya tidak seberapa.

Well... After all, yang kami lakukan hanyalah memotong rambut mereka, yang nantinya akan tumbuh lagi, sebuah sanksi yang tidak menurut penilaian kami tidak berat.

Satu hal, menghadapi orang tua siswa memang tidak lah mudah, tiap orang mempunyai pemikiran masing-masing. Pernah suatu saat saya bertemu dengan orang tua siswa dan beliau menyadari mengenai kondisi anaknya, dan meresa bahwa sanksi yang diberikan kurang tegas/keras. Sementara orang tua yang lain, seperti yang saya sampaikan diatas, sedangkan yang lainnya lagi mempunyai sifat bervariasi dari yang pertama sampai yang kedua.

6 comments:

Ahhh. Jadi inget SMA nih, Pak.

Niat baik sekolah memang kadang tidak selalu searah dengan murid yang terlalu menjaga penampilan rambutnya tanpa mementingkan aturan.

@Ilham Bahtiar
Iya, dan biasanya kita sadar setelah kita dewasa :)

Dulu waktu sekolah, saya sempat kesal kalau sudah masalah rambut. Tapi setelah dilihat dari sisi guru sendiri, well, itu merupakan dasar-dasar dari pembelajaran yang bermanfaat :)

Aku ga pernah kena razia rambut, walaupun rambutku panjang... :D

@Abdul Aziz Ramlie Adam
Yups, biasanya kita menyadarinya setelah lama berlalu :)

@NitaNinit Kasapink R-Ror
Hahaha... Iyalah mbak ^_^;;;

Post a Comment

Saya menghargai komentar, saran, kritik & masukan yang membangun. Komentar berupa spam, scam dan promosi akan dihapus, terima kasih.

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites