Wednesday, 10 April 2013

Ketika Harus Galak

Saya termasuk orang yang menyetujui pendapat bahwa dalam mendidik anak, kita harus lakukan dengan kelembutan, tidak boleh dengan kekerasan. Baik mendidik anak sendiri maupun mendidik anak di lingkungan sekolah.

Mendidik dengan kelembutan bukan berarti membiarkan saja apa yang dilakukan anak. Kita juga perlu dan harus mengingatkan dan menegur anak ketika anak melanggar atau tidak mematuhi aturan yang telah ditetapkan. Dan pada saat inilah kita sebagai orang tua/ guru wajib untuk bertindak tegas kepada mereka.
Pengalaman selama ini sebagai seorang guru, saya menemukan berbagai macam karakter anak didik, ada anak didik yang pendiam, patuh kepada aturan, ada juga tipe pembangkang (biasa juga disebut anak bandel atau nakal).  Setelah mencoba berbagai macam teori, pendekatan pembelajaran, dari mulai yang permisif sampai dengan otoriter, saya akhirnya bisa menyimpulkan bahwa sebagai orang dewasa yang mendidik anak, kita harus tarik ulur dalam menghadapi mereka, terkadang kita harus lemah lembut, terkadang juga kita harus tegas dan bahkan galak.

Galak Yang Baik
Memang ada galak yang baik? Barangkali itu pertanyaan yang muncul di benak anda semuanya. Dan percaya atau tidak memang ada galak yang baik dan galak yang tidak baik. Tanpa kita sadari kita, ketika kita marah kita dikuasai oleh emosi kita, sehingga kita tidak bisa berpikir jernih dan bisa mengakibatkan kita melakukan hal yang tidak seharusnya kita lakukan (memukul kepala anak misalnya). Ini adalah contoh galak yang tidak baik. Galak yang baik adalah galak yang bisa kita kendalikan, caranya ketika emosi menguasai kita karena anak bandel, yang pertama harus kita lakukan adalah tarik napas dalam-dalam terlebih dahulu kemudian hembuskan perlahan. Hal ini memberikan asupan oksigen yang cukup ke otak kita sehingga kita bisa berpikir jernih.

Hal berikutnya yang kita lakukan adalah fokus kepada kesalahan anak. Jika anak bersalah karena terlambat, maka marahi dia karena keterlambatannya tersebut. Sering kali tanpa sadar, ketika kita marah, topic kemarahan kita melebar kemana-mana, kita jadi merepet menyebutkan berbagai macam kesalahan dari si anak yang pernah dia lakukan sebelumnya. Hidari hal tersebut, karena jika kita melakukannya, maka si anak tidak akan bisa menangkap pesan yang ingin kita sampaikan mengenai keterlambatannya tersebut.
Yang ketiga adalah penggunaan kata-kata. Jangan pernah menggunakan kata-kata kasar ketika sedang memarahi anak. Kata-kata kasar seperti “Dasar otak udang.” “Otak kamu ditaruh dimana?” “Goblok” “Tolol” “Dasar Kebo” dsb sama sekali TIDAK BOLEH digunakan ketika sedang marah. Karena kata-kata tersebut akan memicu emosi anak dan sekali lagi, tujuan kita dalam memarahi anak agar dia jera tidak tercapai. Dan jika si anak sudah cukup besar atau cukup bandel yang ada nanti timbul perkelahian .

Sanksi atau Hukuman
Dalam kondisi tertentu, sanksi atau hukuman perlu untuk dilakukan, dengan tujuan untuk pembelajaran anak dan agar anak jera tidak lagi melakukan kesalahannya tersebut. Hukuman juga harus yang bersifat mendidik dan membuat jera. Beberapa contoh hukuman yang bisa diberikan kepada anak yang melanggar peraturan, misalnya ketika anak tidak mengerjakan PR, anak disuruh keluar oleh guru mapel  dan diharuskan mengerjakan PR tersebut di luar ruangan, ada yang mengaruskan siswa mengerjakan PR tersebut sebanyak dua atau lima kali. Hukuman lain yang bisa diberikan misalnya membersihkan lingkungan sekolah baik itu kelas, halaman ataupun kamar mandi dengan menggunakan peralatan yang wajar.

Jika ingin memberikan hukuman fisik seperti push up, sit up ataupun lari keliling lapangan, maka sesuaikan dengan kondisi fisik dan juga berat ringan kesalahan dari si anak tersebut. Sebagai contoh, jika anak terlambat 5 menit maka hukumannya push up sebanyak 15 kali, sedangkan yang terlambat 10 menit hukumannya push up sebanyak 30 kali. Hal ini sebagai pembelajaran kepada anak bahwa besarnya sanksi sebanding dengan kesalahan yang dilakukan.

Ketika Harus Memukul
Beberapa waktu yang lalu saya memanggil salah satu orang tua siswa berkenaan dengan tingkah laku anak tersebut selama di sekolah. Si anak sering kali membolos tidak mengikuti pelajaran, sering membangkang dan kurang hormat kepada guru. Setelah ngobrol beberapa lama, si ibu ini menyatakan.

“Saya ikhlas koq pak kalau anak saya di hajar. Di rumah kalau dia bandel juga kayak gitu. Tapi saya minta jangan dikepala ya?”

Melakukan kekerasan fisik kepada anak seperti memukul dengan tujuan untuk mendidik anak merupakan pilihan paling akhir, ketika si anak sudah benar-benar tidak bisa ditangani dengan cara-cara yang lebih halus. Nabi Muhammad SAW pernah bersabda “Pukullah anakmu jika dia tidak sholat.” Jadi sebenarnya dalam agama memukul dengan tujuan mendidik itu diperbolehkan. TAPI yang harus kita pahami adalah cara memukulnya. Memukul anak dengan tujuan mendidik tidak sama dengan memukul pencuri yang tertangkap basah, yang kita pukul dengan sekuat tenaga dan membabi buta. Selain itu, kita juga harus memperhatikan bagian tubuh yang hendak dipukul. Seperti yang disampaikan oleh si ibu diatas, jangan memukul bagian kepala karena bisa menganggu bahkan merusak syaraf dan juga otak. Selain kepala, kita juga harus menghindari organ-organ penting lainnya.

Kembali ke si ibu orang tua siswa yang saya panggil, beliau sempat menambahkan.
“Kalau anak saya bandel di rumah saya biasa cubit (si ibu ini menggunakan kata ciwel) paha atau pantatnya. Biasa dia trus manut.”

Kita bisa meniru apa yang dilakukan si ibu ini, mencubit bagian pantat, paha atau bagian tubuh lain yang berlemak anak tidak akan berbahaya terhadap organ penting si anak. Dan yang paling penting harus kita pahami ketika kita mencubit/ memukul anak adalah bahwa kita memukul/mencubit dia agar dia belajar, agar dia memahami kesalahan dia, bukan sebagai pelampiasan emosi karena kebandelan si anak. Sehingga apa yang kita lakukan tidak akan menyakiti anak dan tidak menimbulkan efek negatif.

Kesimpulan:
Sebagai orang tua/pendidik kita harus pintar-pintar dalam menempatkan diri, kapan kita harus bersikap halus dan kapan kita harus galak/tegas. Dan apapun yang kita lakukan niatkan dalam hati bahwa semuanya untuk kebaikan dari si anak bersangkutan.

0 comments:

Post a Comment

Saya menghargai komentar, saran, kritik & masukan yang membangun. Komentar berupa spam, scam dan promosi akan dihapus, terima kasih.

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites