Saya
termasuk orang yang menyetujui pendapat bahwa dalam mendidik anak, kita harus
lakukan dengan kelembutan, tidak boleh dengan kekerasan. Baik mendidik anak
sendiri maupun mendidik anak di lingkungan sekolah.
Mendidik
dengan kelembutan bukan berarti membiarkan saja apa yang dilakukan anak. Kita
juga perlu dan harus mengingatkan dan menegur anak ketika anak melanggar atau
tidak mematuhi aturan yang telah ditetapkan. Dan pada saat inilah kita sebagai
orang tua/ guru wajib untuk bertindak tegas kepada mereka.
Pengalaman
selama ini sebagai seorang guru, saya menemukan berbagai macam karakter anak
didik, ada anak didik yang pendiam, patuh kepada aturan, ada juga tipe
pembangkang (biasa juga disebut anak bandel atau nakal). Setelah mencoba berbagai macam teori,
pendekatan pembelajaran, dari mulai yang permisif sampai dengan otoriter, saya
akhirnya bisa menyimpulkan bahwa sebagai orang dewasa yang mendidik anak, kita
harus tarik ulur dalam menghadapi mereka, terkadang kita harus lemah lembut,
terkadang juga kita harus tegas dan bahkan galak.
Galak Yang Baik
Memang ada
galak yang baik? Barangkali itu pertanyaan yang muncul di benak anda semuanya.
Dan percaya atau tidak memang ada galak yang baik dan galak yang tidak baik.
Tanpa kita sadari kita, ketika kita marah kita dikuasai oleh emosi kita,
sehingga kita tidak bisa berpikir jernih dan bisa mengakibatkan kita melakukan
hal yang tidak seharusnya kita lakukan (memukul kepala anak misalnya). Ini
adalah contoh galak yang tidak baik. Galak yang baik adalah galak yang bisa
kita kendalikan, caranya ketika emosi menguasai kita karena anak bandel, yang
pertama harus kita lakukan adalah tarik napas dalam-dalam terlebih dahulu
kemudian hembuskan perlahan. Hal ini memberikan asupan oksigen yang cukup ke
otak kita sehingga kita bisa berpikir jernih.
Hal
berikutnya yang kita lakukan adalah fokus kepada kesalahan anak. Jika anak
bersalah karena terlambat, maka marahi dia karena keterlambatannya tersebut.
Sering kali tanpa sadar, ketika kita marah, topic kemarahan kita melebar
kemana-mana, kita jadi merepet menyebutkan berbagai macam kesalahan dari si
anak yang pernah dia lakukan sebelumnya. Hidari hal tersebut, karena jika kita melakukannya,
maka si anak tidak akan bisa menangkap pesan yang ingin kita sampaikan mengenai
keterlambatannya tersebut.
Yang ketiga
adalah penggunaan kata-kata. Jangan pernah menggunakan kata-kata kasar ketika
sedang memarahi anak. Kata-kata kasar seperti “Dasar otak udang.” “Otak kamu
ditaruh dimana?” “Goblok” “Tolol” “Dasar Kebo” dsb sama sekali TIDAK BOLEH
digunakan ketika sedang marah. Karena kata-kata tersebut akan memicu emosi anak
dan sekali lagi, tujuan kita dalam memarahi anak agar dia jera tidak tercapai. Dan
jika si anak sudah cukup besar atau cukup bandel yang ada nanti timbul
perkelahian .
Sanksi atau Hukuman
Dalam
kondisi tertentu, sanksi atau hukuman perlu untuk dilakukan, dengan tujuan
untuk pembelajaran anak dan agar anak jera tidak lagi melakukan kesalahannya
tersebut. Hukuman juga harus yang bersifat mendidik dan membuat jera. Beberapa
contoh hukuman yang bisa diberikan kepada anak yang melanggar peraturan,
misalnya ketika anak tidak mengerjakan PR, anak disuruh keluar oleh guru mapel dan diharuskan mengerjakan PR tersebut di
luar ruangan, ada yang mengaruskan siswa mengerjakan PR tersebut sebanyak dua
atau lima kali. Hukuman lain yang bisa diberikan misalnya membersihkan
lingkungan sekolah baik itu kelas, halaman ataupun kamar mandi dengan
menggunakan peralatan yang wajar.
Jika ingin
memberikan hukuman fisik seperti push up, sit up ataupun lari keliling
lapangan, maka sesuaikan dengan kondisi fisik dan juga berat ringan kesalahan
dari si anak tersebut. Sebagai contoh, jika anak terlambat 5 menit maka
hukumannya push up sebanyak 15 kali, sedangkan yang terlambat 10 menit
hukumannya push up sebanyak 30 kali. Hal ini sebagai pembelajaran kepada anak
bahwa besarnya sanksi sebanding dengan kesalahan yang dilakukan.
Ketika Harus Memukul
Beberapa
waktu yang lalu saya memanggil salah satu orang tua siswa berkenaan dengan
tingkah laku anak tersebut selama di sekolah. Si anak sering kali membolos tidak
mengikuti pelajaran, sering membangkang dan kurang hormat kepada guru. Setelah
ngobrol beberapa lama, si ibu ini menyatakan.
“Saya
ikhlas koq pak kalau anak saya di hajar. Di rumah kalau dia bandel juga kayak
gitu. Tapi saya minta jangan dikepala ya?”
Melakukan
kekerasan fisik kepada anak seperti memukul dengan tujuan untuk mendidik anak
merupakan pilihan paling akhir, ketika si anak sudah benar-benar tidak bisa
ditangani dengan cara-cara yang lebih halus. Nabi Muhammad SAW pernah bersabda
“Pukullah anakmu jika dia tidak sholat.” Jadi sebenarnya dalam agama memukul
dengan tujuan mendidik itu diperbolehkan. TAPI yang harus kita pahami adalah
cara memukulnya. Memukul anak dengan tujuan mendidik tidak sama dengan memukul
pencuri yang tertangkap basah, yang kita pukul dengan sekuat tenaga dan membabi
buta. Selain itu, kita juga harus memperhatikan bagian tubuh yang hendak
dipukul. Seperti yang disampaikan oleh si ibu diatas, jangan memukul bagian
kepala karena bisa menganggu bahkan merusak syaraf dan juga otak. Selain
kepala, kita juga harus menghindari organ-organ penting lainnya.
Kembali ke
si ibu orang tua siswa yang saya panggil, beliau sempat menambahkan.
“Kalau anak
saya bandel di rumah saya biasa cubit (si ibu ini menggunakan kata ciwel) paha
atau pantatnya. Biasa dia trus manut.”
Kita bisa
meniru apa yang dilakukan si ibu ini, mencubit bagian pantat, paha atau bagian
tubuh lain yang berlemak anak tidak akan berbahaya terhadap organ penting si
anak. Dan yang paling penting harus kita pahami ketika kita mencubit/ memukul
anak adalah bahwa kita memukul/mencubit dia agar dia belajar, agar dia memahami
kesalahan dia, bukan sebagai pelampiasan emosi karena kebandelan si anak.
Sehingga apa yang kita lakukan tidak akan menyakiti anak dan tidak menimbulkan
efek negatif.
Kesimpulan:
Sebagai
orang tua/pendidik kita harus pintar-pintar dalam menempatkan diri, kapan kita
harus bersikap halus dan kapan kita harus galak/tegas. Dan apapun yang kita
lakukan niatkan dalam hati bahwa semuanya untuk kebaikan dari si anak
bersangkutan.
0 comments:
Post a Comment
Saya menghargai komentar, saran, kritik & masukan yang membangun. Komentar berupa spam, scam dan promosi akan dihapus, terima kasih.