Friday, 24 October 2014
Kisah Setoples Kue Di Perpus Sekolah
Tuesday, 10 June 2014
Ujian, Mencontek dan Pengawas Cuek
Dari hari Selasa minggu kemarin sampai hari Kamis besok anak-anak kelas 7 dan 8 menghadapi UKK alias Ujian Kenaikan Kelas. Kemarin saya mendapatkan tugas untuk menjadi pengawas ujian, semuanya berjalan lancar sampai bel selesai berbunyi.
Ketika saya keluar ruangan, seorang anak yang berada di ruangan sebelah menghampiri saya, dan berkata
"Pak, tadi anak-anak kelas 8 pada mencontek semua." Katanya berapi-api.
"Dia... Dia juga... Tuh.. Semuanya pak." Katanya lagi sambil menunjuk anak-anak kelas 8
Oh iya, dia anak kelas 7.
Saya terdiam sejenak, untuk kemudian berkata.
"Udah bilang ke pengawas ruang kamu tadi?"
"Orang pengawasnya aja cuek pak, keasyikan ngrumpi."
Wedew...
Ada beberapa hal yang menarik perhatian saya dari cerita diatas.
Yang pertama, ditengah berkembangnya sikap anak-anak yang malas belajar, mencari jalan pintas dengan mencontek, menjiplak kerjaan temannya (baik tugas, PR ataupun ujian) masih ada anak-anak yang bersikap mandiri, mengerjakan ulangan secara mandiri.
Yang kedua, keberanian si anak untuk mengungkapkan apa yang dia lihat dan rasakan yang menurutnya tidak benar. Pantas untuk dihargai. Menurut saya hal tersebut merupakan tindakan nyata atas apa yang diajarkan selama ini, yaitu bersikap jujur dan terbuka.
Yang menarik perhatian saya lainnya adalah penggunaan kata "nggrumpi" dan "cuek" untuk menggambarkan apa yang dilakukan pengawas ujian.
Saat ujian berlangsung, tidak jarang ditemui 2 orang pengawas saling ngobrol. Menurut saya, hal tersebut tidak menjadi masalah (boleh dilakukan) selama dilakukan seperlunya. Akan tetapi ketika pengawas keasyikan ngobrol, sampai lupa sekeliling dan juga tugasnya untuk mengawasi anak-anak yang tengah ujian, apalagi ditambah suara keras menganggu konsentrasi anak, maka hal tersebut tidak seharusnya dan tidak boleh untuk dilakukan.
Terlepas dari kemungkinan-kemungkinan yang ada. Seperti:
- Mungkin anak-anak kelas 8 hanya mengobrol dan bukannya mencontek.
- Mungkin si anak dongkol tidak mendapat contekan sehingga dia melaporkan teman-temannya
- Mungkin pengawasnya hanya ngobrol biasa dan si anak yang terlalu perasa.
Atau kemungkinan-kemungkinan lainnya.
Kejadian ini menjadi masukan, kritikan terhadap guru/pengawas untuk perbaikan kedepannya. Karena anak-anak melihat dan merasakan. Generasi protes yang harus ditanggapi dengan baik.
Monday, 26 May 2014
Piknik, Lesehan dan Sekaleng Kerupuk
Friday, 23 May 2014
Denda dan Protes Salah Alamat
"Paaak... Ngapain sih sekarang pake acara denda sega?"
Kata salah satu siswa kelompok motivasi saya di suatu siang nan panas.
"Iya... Mana 10.000 pula." Sahut temannya.
Hoe? Denda apaan dah? Klo mereka protes denda perpus telat amat? Orang pemberlakuannya sejak dulu. Lagian dendanya cuman 500 bukannya 10.000.
"Denda apaan sik?" Tanya saya penasaran.
"Itu lho pak denda buat yang nilai try outnya di bawah target. Kata si Cimpluk (nama disamarkan)
"Lah... Saya kan nggak memberlakukan denda ke kalian?"
"Pak Pram yang bilang pak..." Kata si Cempluk lagi.
"Lah.... Terus kenapa protesnya ke saya?" Saya bilang
"Habisnya.... Anu... Anu... Anu..." Kata si Cempluk sambil mecucu dengan kata-kata yang nggak jelas.
Selang beberapa waktu saya mendapatkan informasi kalau memang ada pemberlakuan sistem denda untuk anak-anak, tujuannya adalah untuk memacu semangat belajar mereka.
Saat kegiatan motivasi saya sampaikan ke mereka.
"Denda itu diberlakukan agar kalian semangat belajarnya. Berapa target nilai kalian?"
"Beda-beda pak, tergantung nilai try out kemarin, trus lagi targetnya nambah terus, kalau sekarang mencapai target ntar try out berikutnya naik lagi targetnya."
Weh... Hebat juga yang bikin aturan.
"Yaudah, kalian semangat belajarnya biar nggak kena denda."
"Tapi an susah pak." Kata si Cipluk nggeyel.
"Kalian pasti bisa, pokoke wis percaya diri aja."
Diam sejenak ngeliatin mereka satu per satu.
"Selama kalian berusaha, target nilai itu kecil, bisa kalian lampaui.
Peraturan baru ini ternyata lumayan bisa memacu anak-anak untuk lebih semangat belajar, banyak yang bisa melampaui target, namun tak sedikit anak-anak yang masih dibawah target dan kena denda.
Selain untuk memotivasi siswa, peraturan ini sebenarnya ditujukan kepada orang tua agar mengawasi dan memotivasi belajar siswa di rumah.
Tapi apa daya, banyak anak-anak yang mengalah membayar denda dengan uang saku mereka sendiri, tidak meminta dan memberitahu orang tua mengenai hal ini. Untungnya sih sekolah juga mensosialisasikan hal ini secara langsung ke orang tua.
Sampai try out selesai, banyak uang denda yang terkumpul. Anak-anak banyak yang protes, bahkan ada juga yang berpikiran buruk.
"Jangan-jangan ntar uangnya buat ini itu."
Baru kemarin selesai UN, anak-anak mempersiapkan diri untuk acara kelulusan, ada pengumuman sekolah.
"Uang denda yang dari kalian kemarin,akan dikembalikan ke kalian sesuai besar denda masing-masing, bisa kalian gunakan untuk membayar administrasi sekolah atau untuk membayar pendaftaran SMA."
Anak-anak pun sontak berteriak-teriak protes.
Thursday, 22 May 2014
Judes
Beberapa waktu lalu saya ngobrol dengan anak-anak di perpustakaan, dari obrolan tentang pelajaran, ujian dan segala macamnya. Dan tiba-tiba tanpa di duga, seorang anak berkata.
"Pak, Bu XYZ itu koq judes banget sih?"
"Apa iya?" Kata saya
Perasaan biasa aja deh, atau karena saya terlalu cuek yak, jadi nggak kerasa.
"Iya pak, tiap kali masuk kelas masti wajahnya ditekuk. Mbok senyum dikit gitu."
"Hmm... Mungkin pas beliaunya lagi dapet..."
"Masak dapet tiap hari pak?"
Iya juga yah :D
"Yah... Mungkin beliaunya lagi ada masalah gitu, jadi pas ngajar kalian keluar juteknya."
"Itu lho pak, kalau papasan di jalan juga gitu, bunyiin klakson atau apa gitu..."
Dan... Masih banyak lagi cerita dari anak-anak tentang beliau.
Weleh... Saya cuman bisa garuk-garuk kepala mendengarnya, bingung mau gimana menanggapinya. Akhirnya saya pun berkata.
"Tapi kalian tuh kadang emang harus ditegasi deh, kalau perlu digalaki, kalau enggak suka ngelunjak."
"Eh iya pak, bener... Jadi keinget dulu pak Ari marah-marah di kelas. Dulu karena apa sih? Ramai di kelas yah?" Kata seorang anak kepada temennya.
Gubraks... Gantian saya yang mereka gossin
*kemudian mlipir ke pojokan perpus*
Cerita lain, saya tengah mengajar kelas 7, materi yang saya sampaikan tentang sifat positif dan negatif.
"Jadi anak-anak jutek itu sifat negatif..."
"Pak jutek itu apa?" Tanya seorang anak.
"Jutek itu judes." Jawab saya
"Nah tapi... Jutek itu ada baiknya juga, jadi umpamanya kalian pas di tempat umum, di bis umpamanya ada orang yang mencurigakan, kalian boleh saja bersikap jutek terhadap orang tersebut, demi keamanan kalian. Tapi kalau kalian nggumpul sama temen-temen kalian, jangan bersikap jutek." Kata saya melanjutkan.
"Sudah paham maksud saya? Tahu ya kapan kalian boleh jutek kapan enggak?" Tanya saya.
Anak-anak terdiam sambil mengangguk (saya anggap paham deh :D)
Dan kemudian si anak yang tadi bertanya lagi.
"Kalau bu XYZ itu gimana pak? Jutek terus lho."
Meringis saya mendengar pertanyaannya.
"Nah seperti yang saya sampaikan kemarin kalau sifat itu cenderung menetap. Sifat beliau memang seperti itu. Sifat itu bisa berubah KALAU kita mau berusaha mengubahnya. Jadi ambil yang baik-baik dan ubah, kalau bisa hilangkan yang jelek." Kata saya
Yah, sebisa mungkin ngeles lah :D
Anyway... It's amazing bagaimana anak-anak melihat orang dewasa dan menjadikannya role model.
Tuesday, 20 May 2014
Tragedi Sebuah Permen
Sewaktu jam pemadatan kemarin, entah kenapa saya merasakan anak-anak cenderung pasif saat pelajaran. Hal ini terutama saya rasakan saat saya mengajar, entahlah mungkin karena mereka malas, bosan atau cara mengajar saya yang tidak menarik bagi mereka.
Putar otak sejenak, sayapun kemudian memberikan iming-iming.
"Yang bisa menjawab pertanyaan akan saya kasih hadiah" kata saya dengan mantap.
Anak-anak jadi ribut.
"Hadiahnya apa pak?" Tanya seorang anak.
"Uhmm... Hadiahnya permen." Kata saya dengan cuek.
"Yah... Masak cuman permen?" Kata seorang anak dengan nada kecewa.
"Lah... Saya punyanya itu juga." Masih dengan nada cuek.
Anak-anak pun kemudian jadi lumayan aktif menjawab pas saya tanya, paling enggak mereka mau buka kamus :D
Ada beberapa anak yang bisa menjawab pertanyaan saya dengan benar.
Kelar pelajaran, seorang anak bertanya
"Pak, permennya mana?"
"Besok ya? Hari ini saya tidak bawa."
Keesokan harinya segeromboan anak datang ke saya menanyakan hal yang sama.
"Pak mana permennya?"
Saya lihat mereka satu persatu
"Lah? Saya kan nggak janji ke kamu?" Kata saya sambil menuding ke seorang anak.
"Kamu juga, kapan saya janji hayo?" Kata saya ke anak yang lain.
Yang paling parah, ada seorang anak, sebut saja namanya Bunga. Dia merengek-rengek minta permen, begitunya dikasih, minta lagi buat keesokan harinya.
"Pokoknya besok aku minta lagi, yang merah 1, hijau 1 sama coklatnya 1." Kata dia dengan PDnya
Lah???? Mana bisa begitu?
Daaan... Si anak masih saja merengek sampai sekarang minta permen, walaupun udah berkali-kali dibilangin nggak bawa permen, permennya habis.
Temen-temennya aja sampai jengah mendengarnya
Tuesday, 15 April 2014
Penguasaan Kelas
Selama masa pemadatan mapel, siswa kelas 9 dibagi menjadi 4 kelompok, dan berhubung jumlah ruangan kelas terbatas, maka dipakailah ruangan perpustakaan dan aula sebagai tempat belajar mereka, dengan pemakaian secara bergilir.
Saya banyak mengamati KBM, terutama yang berlangsung di perpustakaan dan aula (yang letaknya bersebelahan). Bagaimana kondisi/ keadaan riil anak-anak di kelas dan yang tak kalah penting adalah bagaimana cara mengajar guru, bagaimana guru mengendalikan siswa.
Dari sekian banyak guru yang mengajar kelas 9, ada satu guru yang menjadi favorit saya (dan saya yakin mayoritas anak-anak juga menyukai beliau).
Namanya pak Pram, beliau sebenarnya guru mapel Fikih, namun diperbantukan untuk mengajar mapel Matematika.
Sebenarnya beliau guru yang galak (paling tidak menurut anak-anak), dan tegas dalam disiplin. Namun disisi lain, beliau juga pintar dalam mengambil hati anak-anak.
Menghadapi anak-anak (terutama siswa di sekolah kami) memang tidak bisa galak atau santai/menuruti kemauan mereka terus-terusan. Ada kalanya harus dan wajib galak, namun ada kalanya bisa santai.
Menentukan kapan galak dan kapan santai itulah yang tidak mudah. Setiap guru harus mempunyai instink, harus sigap menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi kelas/ siswa. Metode penguasaan kelas yang harus dikuasai oleh setiap guru.
Guru yang tadi saya sebutkan, bisa jadi contoh guru yang berhasil menguasai kelas, belajar dari beliau tentang cara mengajar yang efektif, siswa bisa memahami materi yang disampaikan.
Menjadikan contoh, belajar dari beliau, bukan berarti meniru mentah-mentah apa yang beliau lakukan. Tapi menganalisa, mengambil yang baik dan menyesuaikannya dengan diri sendiri.
Bisa jadi pada akhirnya masing-masing memiliki cara dan gaya mengajar yang beda, namun kesemuanya sama-sama efektif dalam menyampaikan pelajaran, dan mencapai tujuan dari pelajaran, yaitu siswa memahami materi yang disampaikan.
Saturday, 29 March 2014
Tenanan Pak?
Mulai hari Kamis kemarin, anak-anak kelas 9 menjalani (jyah bahasanya) kegiatan pemadatan untuk menghadapi Ujian Nasional. Seperti biasa anak-anak mendapatkan pengarahan dari sekolahan berkenaan dengan hal ini, termasuk pembagian kelompok (kelas 9 dibagi menjadi 4 kelompok kecil dengan tujuan agar pembelajaran lebih kondisif) serta pembagian jadwal.
Usai pengarahan, sekelompok siswi datang ke perpustakaan. Tanpa babibu seorang anak bertanya.
"Pak ini beneran nggak?"
Saya yang tengah bengong dibuai panasnya angin siang cuman bengong.
"Beneran apa??" Jawab saya.
"Koq ada nama pak Ari disini" Kata si anak sambil menunjuk jadwal
"Oh... Salah tulis kalo." Jawab saya dengan tenang (saya sendiri malah belum tau klo diberi tugas tambahan itu)
"Masak sih????" Kata si anak gak percaya
"Ya kamu tanya aja ke bu Juwita." Jawab saya sambil nyengir. Bu Juwita adalah waka kurikulum di sekolah kamu.
Si anak diam aja. Agak-agak ragu, bingung tak percaya *halah*
"Emang pak guru bisa bahasa Inggris?" tanya dia lagi
Saya cuman ngakak sambil bilang
"Nggak tau ya...."
Saturday, 1 February 2014
Bapak Itu