Saturday 30 November 2013

Solo Untuk Sahabat

Menunggu di Stasiun Balapan

Ketika sahabat saya menyatakan diri keinginannya untuk berkunjung ke kota Solo, perasaan gembira, bahkan cenderung euforia melanda saya (yah harus saya akui kalau saya termasuk dalam golongan orang-orang lebay :p). Gembira dan juga euforia karena persahabatan kami yang telah berjalan lama, dan juga ini merupakan kunjungan pertama dia ke kota Solo.

Banyak rencana yang saya susun, tempat-tempat yang akan "pamerkan" kepada sahabat saya, maupun kuliner-kuliner khas kota Solo yang akan saya "uji-cobakan" ke dia. Daftar panjang tersebut terpaksa harus saya pangkas seringkas mungkin karena kunjungan sahabat saya ini hanya berlangsung selama akhir pekan. Hari Jum'at sore/ malam dia tiba di kota Solo, dan hari Minggu Sore harus kembali ke kota asalnya karena harus bekerja di hari Senin esok harinya.

Kereta Lodaya Pagi yang membawa sahabat saya dari kota Bandung dijawadkan tiba pukul 16.00 WIB, namun apa daya karena sesuatu dan lain hal kereta terlambat dan baru tiba pukul 20.00 WIB. Setelah perjalanan yang panjang, melelahkan dan memakan waktu lama saya yakin sahabat saya pasti kelaparan. Langsung saja saya ajak dia ke tujuan pertama kami di daerah Keprabon untuk mencicipi nikmatnya Nasi Liwet Solo yang terkenal itu. Seporsi nasi yang dimasak dengan santan disertai sayur labu siam dan suwiran daging ayam, telur pindang serta santan areh terhidang diatas pincuk beralaskan piring dari ayaman rotan. Rasa Nasi Liwet yang cenderung gurih manis ternyata cocok dengan lidah sahabat saya, yang walaupun Urang Sunda namun tidak terlalu suka masakan pedas.

Seusai makan, kami langsung menuju rumah untuk beristirahat, menghilangkan capek setelah perjalanan panjang naik kereta yang melelahkan. Hari kedua, hari terpanjang selama liburan sahabat saya di kota Solo, saya putuskan untuk mengunjungi salah satu tempat wisata yang khas dari Solo Raya. Awalnya sempat terpikir untuk membawanya ke keraton Kasunanan maupun Mangkunegaran, namun rasanya terlalu mainstream untuk di pamerkan di kunjungan pertama dia ke kota Solo.

Akhirnya saya bawa dia jalan-jalan sedikit agak jauh dari pusat kota Solo, ke daerah Karanganyar, naik sedikit ke lereng gunung Lawu. Bukan ke Grojogan Sewunya, tapi ke salah satu candi yang ada di lereng gunung Lawu, yaitu Candi Sukuh.

Perjalanan dari Solo menuju candi Sukuh ternyata tidak memakan waktu lama, kurang dari 2 jam kami sudah sampai di lokasi, itupun sudah termasuk beberapa kali nyasar dan tanya-tanya ke penduduk sekitar.
Sate Kelinci yang lezat itu

Sampai di Candi Sukuh kami disambut hujan yang cukup deras. Sambil menunggu hujan reda kami menikmati kuliner yang disajikan di warung kecil yang berada di kompleks candi. Kami memesan sate ayam dan sate kelinci. Jujur seumur-umur baru kali ini saya mencicipi sate kelinci. Di luar dugaan rasanya enak pake banget (di dukung perut saya yang kelaparan dan cuaca dingin dikarenakan hujan). Satu porsi berisi potongan lontong yang cukup banyak, sekitar 10 tusuk sate (nggak ngitung sebenarnya, tapi kurang lebih segitu lah) yang disiram kuah kacang yang buanyak tak lupa ditambahkan potongan bawang merah dan cabe rawit langsung tandas dalam sekejap. Kenyang dan juga puas. Oh iya, rasa sate kelinci 11 - 12 dengan sate ayam, termasuk tekstur dagingnya.


Tiket Masuk Candi Sukuh

Setelah sekitar 30 menit menunggu, akhirnya hujan pun reda dan kami pun bisa masuk ke area candi. Seperti biasa kalau masuk ke area wisata harus membayar karcis masuk terlebih dahulu, dan karcis masuk ke Candi Sukuh sangat murah, cukup mengeluarkan Rp 3.000, kita sudah bisa puas menikmati keindahan Candi Sukuh dan ber narsis ria di sana XD

Tak salah pilihan saya untuk membawa teman saya ke Candi Sukuh, karena keunikan dari candi ini yang tidak di temui di candi-candi lain di Indonesia.


Berasa bukan di lereng Lawu

"Seperti piramida Peru," kata sahabat saya.

Memang benar, bentuk Candi Sukuh tidak seperti candi-candi biasa yang ada di Indonesia, sekilas lebih mirip Piramida yang terpotong separuh, khas peninggalan suku Inca di Amerika Latin.
Memotret relief candi

Ketika melihat lebih dekat pada patung dan juga relief yang ada di candi ini, terlihat perpaduan dari berbagai macam budaya, ada patung manusia bersayap (sayang tidak ada kepalanya) yang mirip dengan patung dari Mesir kuno, ada juga relief bangunan yang mirip dengan rumah Cina. Sedangkan relief dan patung lainnya khas Jawa.

Candi ini sering dibilang candi porno, karena beberapa relief dan patung yang menampakkan organ kelamin secara vulgar, namun demikian sebenarnya filosofi dari Candi Sukuh sangat tinggi. Detail mengenai Candi Sukuh bisa dibaca di wikipedia.

Setelah puas melihat-lihat situs peninggalan sejarah, selanjutnya saya memamerkan "situs sejarah" sejarah yang lainnya, yaitu mall. Just kidding, sebenarnya sekedar melepas penat jalan-jalan cuci mata menikmati salah satu bentuk modernisasi (walaupun di Bandung pun mall banyak bertebaran dan lebih bagus).

Tak perlu terlalu jauh, cukup ke Solo Baru yang jaraknya dekat dengan rumah.

'Yang punya mall narsis" tanggapan teman saya ketika tahu nama mall yang kami kunjungi.

Memang benar, mall yang satu ini dinamai sesuai dengan nama pemiliknya. Nggak tahu alasannya kenapa, mungkin juga karena pengen ngeksis juga :P Setahu saya tak banyak mall yang memakai nama pemiliknya.
Bestik Solo

Menjelang malam, satu lagi kuliner khas kota Solo yang kami coba, yaitu Bestik Solo di daerah Pasar Kembang. Hidangan serupa cap cay kuah dengan potongan daging sapi, lidah sapi dan juga telur dadar dengan kuah yang kimplah-kimplah kalau orang Jawa bilang, sampe tumpeh-tumpeh sangking banyaknya. Rasa dari Bestik Solo cenderung manis, guruh dan sedikit asam rupanya disukai oleh sahabat saya. Another "victory" for me \^O^/

Hari terakhir kami habiskan dengan bersantai, tak banyak jalan-jalan, hanya menikmati hari dengan bermalas-malasan dan menikmati kuliner khas kota Solo lainnya, yaitu Sate Buntel. Kali ini saya bawa sahabat saya ke salah satu warung sate di daerah Sangkrah (sayangnya karena keasyikan makan jadi nggak sempat untuk mengambil foto). Sate Buntel memang berbeda dengan sate kambing pada umumnya, karena daging kambing di cacah halus, dicampur bumbu, kemudian di buntel (dibungkus) dengan lemak kambing tipis baru kemudian di bakar menggunakan arang. (Review tentang sate kambing ini bisa dibaca di Pawon Ndeso)

Tak banyak yang bisa saya "pamerkan" kepada sahabat saya, namun saya berusaha agar semua yang saya "pamerkan" bisa memberikan kesan baik kepada sahabat saya, dan harapan saya dia akan berkunjung lagi dan menikmati kota Solo dari sudut yang lain. 

Tulisan ini diikutkan dalam lomba Kesan Tentang Solo


1 comments:

wow orang solo jg ya kak? aku juga di solo :D *ga nanya*
wah candi sukuh itu keren banget, apa lagi viewnya beuuh kece, hah aku baru tau kalo candi sukuh candi porno soalnya waktu ke sana ga fokus ke candinya sih tp fokus ke orang yg berkunjung *eh

Post a Comment

Saya menghargai komentar, saran, kritik & masukan yang membangun. Komentar berupa spam, scam dan promosi akan dihapus, terima kasih.

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites